Dani tidak pernah merasakan masa kecil yang diinginkan banyak orang. Kedua orang tuanya telah tiada, sehingga ia harus hidup seorang diri. Seharusnya, tahun ini ia sudah duduk di bangku SMP.
Namun, sementara teman-temannya diantar orangtua untuk bersekolah, Dani justru terpaksa menahan perasaan sedih karena tidak bisa melanjutkan sekolah. Ia tidak sanggup menghadapi ejekan dan tidak ada siapa pun yang bisa membelanya.
Dani menceritakan dengan mata berkaca-kaca bahwa ketika dagangan tisunya habis terjual, ia biasanya mendapat 20 ribu. Penghasilannya itu ia gunakan untuk membeli makan dan minum, sementara sisanya ia tabung untuk membeli salep agar lukanya tidak terasa sakit.
Tiga tahun lalu, Dani tersiram bensin yang menyebabkan luka bakar parah di leher dan telinga Dani. Sejak itu, ia sering menjadi sasaran ejekan dari teman-teman sekolahnya, yang mengejeknya dengan sebutan alien atau anak yang kotor dan tidak mandi.
Ketika anak-anak lain menikmati masa kecil dengan bermain dan bersekolah, Dani harus berjuang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Ia bekerja demi mendapatkan makanan dan membeli obat untuk luka bakarnya, yang perlu perawatan terus-menerus. Tanpa perawatan itu, kulit di leher dan dadanya akan terus tumbuh, mengancam penglihatan serta kesehatannya.
Ia pun terbiasa tidur di jalanan atau di teras toko yang sudah tutup. Karena penghasilan yang tidak seberapa, ia tidak mampu untuk menyewa sebuah kontrakan.
Padahal Dani sangat ingin menjadi polisi, namun mimpinya sirna dalam waktu sekejap mata. Harapan itu harus ia pendam dalam-dalam, menyadari bahwa keadaannya tidak memungkinkan untuk mewujudkannya.
Dengan suara kecil penuh harap, Dani menawarkan dagangannya, "Tisuuu... Tisu, tisu... Dibeli, A, Teteh, Barade, tisuuuu."
Dani sudah merasa sangat bersyukur jika bisa mendapatkan 15 ribu, meski seringkali dagangannya sepi pembeli. Saking lelahnya mencari nafkah, kadang ia tertidur di emperan toko saat beristirahat. Siapa yang tidak terenyuh melihatnya?
Setiap hari, ketakutan menghantui Dani. Ia khawatir jika tidak memiliki uang untuk makan atau jika tiba-tiba jatuh sakit. Pertanyaan yang terus menghantuinya adalah apakah ada orang yang peduli dengan kondisinya.
Dani punya harapan besar. Ia ingin tumbuh seperti anak-anak lain, bisa sehat dan punya rasa tenang tanpa ketakutan untuk menggapai cita-citanya menjadi penegak hukum.
Sahabat Amal, kisah Dani adalah satu dari banyaknya kisah perjuangan seorang yatim yang sangat memilukan. Maukah kamu sisihkan sedikit rezeki untuk membantu Dani dan anak-anak yatim lainnya?