Sebagian besar orang mungkin mengeluhkan pekerjaan atau tantangan hidup yang mereka hadapi…
Namun tidak demikian dengan Pak Anun (51) dan Bu Eni (41). Pasangan disabilitas ini memberikan contoh keteguhan hati yang luar biasa. Pak Anun kehilangan penglihatannya sejak usia 9 tahun, sementara Bu Eni lahir dengan kondisi kaki yang bengkok sehingga sulit untuk berdiri dan berjalan normal.
Di tengah segala keterbatasan, mereka tetap tegar dan mandiri, tanpa pernah berpikir untuk meminta-minta. Setiap hari mereka berjuang di bawah panasnya matahari dan kerasnya aspal, ditemani oleh anak tunggal mereka, Abdul, yang baru berusia 3 tahun.
“Balon anak, balon anak… Silakan, Pak, Bu,” ujar Pak Anun penuh semangat saat menawarkan dagangannya.
Penghasilan dari berjualan balon tidaklah seberapa, hanya sekitar Rp30 ribu per hari. Meski begitu, mereka bersyukur dengan apa yang ada. Untuk makan sehari-hari, sering kali mereka hanya bisa menikmati gorengan dengan kecap, atau bahkan nasi putih saja, asalkan Abdul bisa makan dengan layak.
Setiap hari, mereka berkeliling dari satu kampung ke kampung lain, menyusuri jalanan raya. Pak Anun membawa balon yang diikatkan pada tongkat, sementara Bu Eni mendorong sepeda anaknya yang sudah tua. Sepeda itu juga dikaitkan ke tongkat agar ia bisa berdiri dan berjalan. Sesekali, Bu Eni harus menghentikan langkah mereka untuk mengurangi rasa nyeri pada kakinya.
“Istri saya tidak bisa berjalan lama, kakinya sering sakit. Jadi kadang kami harus berhenti sebentar,” cerita Pak Anun.
Meski hidup mereka berat, Abdul menjadi penyemangat terbesar bagi pasangan ini.
“Kami tidak ingin anak kami seperti kami. Abdul harus sukses, harus sekolah sampai perguruan tinggi. Kami ingin dia mengangkat derajat keluarga dan tidak perlu dihina seperti kami,” ujar mereka penuh harapan.
Mereka sering menghadapi hinaan dan ejekan karena kondisi fisik mereka. Namun, dengan tulus mereka hanya bisa mendoakan kebaikan untuk orang-orang yang menyakiti mereka.
Selama bertahun-tahun berjualan, berbagai pengalaman pahit sudah mereka lalui. Mulai dari dibayar dengan uang palsu hingga pembeli yang sengaja tidak membayar. Bahkan, baru-baru ini mereka tertipu saat seseorang membeli empat balon dengan uang Rp2 ribu, berpura-pura itu adalah Rp20 ribu.
“Waktu mau beli nasi, ibu warung bilang uangnya cuma Rp2 ribu. Padahal hari itu pembeli pertama, dan dia ambil empat balon,” kenang Pak Anun.
Dalam hati, mereka memiliki satu impian sederhana, mereka ingin membuka usaha kecil di rumah agar tidak perlu lagi berkeliling menjajakan balon.
Sahabat, perjuangan keluarga ini sungguh berat. Hingga kapan mereka harus terus berjuang seperti ini? Mari kita bantu meringankan beban mereka. Berapa pun donasi yang Anda berikan akan sangat berarti bagi keluarga ini.