Ketika kebanyakan orang seusianya sudah beristirahat menikmati masa tua, Abah Ojak (80) justru masih harus mengayuh sepeda ontelnya yang usang, berkeliling menjajakan donat dari satu sudut kota ke sudut lainnya.
Setiap pagi, sebelum matahari terbit, Abah Ojak sudah bangun pukul 02.00 dini hari. Ia dan istrinya membuat adonan donat seadanya, dengan bahan-bahan yang dibeli dari sisa penghasilan minggu lalu. Meski tubuhnya kian membungkuk dan sering dilanda vertigo karena masalah telinga, Abah tak pernah mengeluh. Baginya, selagi masih bisa berdiri, ia harus terus berjuang untuk hidup yang lebih layak.
Sudah 25 tahun Abah berjualan donat. Tapi sejak 2022, hidupnya makin tak menentu. Sekali jualan keliling, kalau beruntung, ia bisa bawa pulang Rp50.000 itu pun jika semua dagangan laku. Tapi di musim hujan, dagangan sering tersisa. Pernah, sepeda tuanya rusak, rantainya copot, remnya blong dan Abah jatuh di jalan. Alhamsil donat yang dijual berserakan, tak bisa dijual, tak bisa dimakan.
Pernah pula, seseorang berpura-pura membeli lalu meminjam Rp50.000. Hingga kini, tak pernah kembali.
Abah tinggal di kontrakan kecil ukuran 3x4 meter bersama istrinya tercinta yang mengalami kelumpuhan akibat rematik. Kaki sang istri nyaris tak bisa digerakkan—berdiri pun harus dibantu tongkat. Dapur tak ada, perabot hanya seadanya, dan kamar mandi sempit pun harus berbagi fungsi.
Di ruang sempit itu, Abah menjalani dua peran sekaligus sebagai pencari nafkah dan perawat penuh waktu. Ia mencuci, memasak, membersihkan rumah, membuat adonan donat, hingga merawat istrinyai. Ia ingin sekali membawa istrinya berobat, tapi penghasilan tak cukup dan mereka tidak punya BPJS. KTP dan KK pun belum selesai diurus karena sempat hilang saat pindahan.
“Saya cuma pengen istri saya bisa jalan lagi… supaya saya tenang kalau harus tinggalin dia jualan,” kata Abah pelan.
Abah memiliki lima orang anak dua perempuan dan tiga laki-laki. Mereka semua hidup sederhana dan masih mengontrak rumah masing-masing. Kadang-kadang mereka mengirim uang sesekali. Untuk makan sehari-hari abah dan istrinya hanya makan telur atau nasi garam.
Dari sepeda tua yang nyaris rubuh, baju lusuh, hingga badan yang makin ringkih, Abah tak pernah menyerah. Bahkan ketika dagangan tak laku, dan saat hujan memaksa pulang dengan keranjang penuh donat sisa, ia tetap bangun lagi keesokan harinya.
Karena Abah tahu, ia harus kuat. Untuk sang istri. Untuk sisa-sisa harapan yang ingin ia jaga di usia senjanya.Kita mungkin tak bisa menggantikan lelahnya Abah Ojak. Tapi kita bisa meringankan bebannya. Mari sisihkan sedikit rezeki untuk bantu Abah terus berdagang dan merawat istrinya dengan layak.
Dana yang terkumpul akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Abah dan istrinya, merenovasi tempat tinggal agar lebih layak ditinggali, pengobatan hingga pemulihan istri abah ojak. Jika terdapat kelebihan dana, akan disalurkan kepada penerima manfaat lain di bawah naungan program Yayasan Sahabat Beramal Jariyah