Setiap subuh, Mbah Mariyam (74 tahun) sudah bersiap-siap mendorong tubuh renta dan kakinya yang sudah sakit, demi menjajakan sapu keliling kampung kota. Harga jualannya murah, tapi tak jarang justru sepi pembeli.
Di usia yang sudah tua, setiap hari Mbah berjalan kaki hingga 15 kilometer harus membawa ikatan sapu dan sulak yang dijualnya. Hanya bermodal kaki renta, dan sepasang sandal jepit tipis yang menemani. Hasil jualannya dikirimkan untuk keluarga di kampung.
Kakinya sakit parah karena varises. Seringkali gemetar dan nyeri saat berjalan. Tapi Mbah tetap menjajakan dagangannya meski harus sering duduk di pinggir jalan karena tak kuat menahan sakit.
“Kalau gak kerja, mbah makan apa, Nak?” — ucap Mbah sambil tersenyum.
Seringkali karena Mbah terlalu jauh berjalan, hendak pulang pun sudah terlalu malam, jadi ia tak pulang karena dagangan belum laku. Setiap hari, hasil yang dibawa pulang hanya sekitar 10–12 ribu rupiah. Bayangkan, 12 ribu untuk makan, bayar kontrakan, dan kebutuhan lain. Tapi tak ada keluhan dari bibir Mbah. Justru, di sela-sela istirahat, beliau membuka mushaf kecil dan membaca Al-Qur’an. Meski harus mengelap keringat dan menahan nyeri di kakinya, mulutnya tetap lantang melafalkan ayat demi ayat.
"Sapu-sapu, sapunya Bu, Pak... ayo dibeli..." kiranya begitulah kalimat yang sering keluar dari mulut Mbah.
Suara lirih itu menyapa warga yang dilaluinya. Sapu-sapu itu jadi saksi semangat hidup seorang lansia yang seharusnya sudah beristirahat di rumah, tapi masih memilih bekerja keras.
Kini kondisi kesehatan Mbah Mariyam semakin memburuk. Kaki beliau makin sakit, tenaga makin melemah. Tapi beliau tetap bertahan. Masih memaksa diri berjualan, karena tak ada pilihan lain.
Mbah Mariyam butuh bantuan, sedikit dari kita sangat berarti untuk Mbah Mariyam