Hidup tak pernah mudah bagi Nenek Sakinah. Di usianya yang sudah 59 tahun, seharusnya beliau bisa menikmati hari tua dengan tenang. Tapi kenyataannya, setiap pagi beliau harus memanggul karung kosong dan berjalan kaki menyusuri jalanan kampung sejauh 11 KM hanya demi mengumpulkan rongsok.
Kadang botol bekas, kadang kardus yang sudah rusak. Hasilnya? Hanya Rp8.000 dalam sehari. Dan itu pun kalau beruntung. Dengan uang segitu, Nenek tak bisa beli macam-macam. Yang penting bisa beli beras, meski beras berkutu yang harganya lebih murah. Tidak ada sisa, dan kini rumahnya pun sudah hampir roboh.
Nenek tinggal sendiri di sebuah gubuk reyot. Dindingnya lapuk, atapnya bocor, dan hanya ada satu tikar tua sebagai alas tidur. Tak jarang, Nenek harus ikat perut dengan kain agar bisa menahan rasa lapar karena seharian belum makan.
“Kalau nggak kuat nahan lapar, biasanya nenek ikat perut pakai kain… biar nggak kerasa banget sakitnya,” ujarnya pelan.
Tak ada listrik. Tak ada air bersih. Dan tak ada siapa-siapa di dekatnya. Semua ini Nenek jalani sendiri, dengan tubuh renta yang semakin hari semakin melemah. Tapi beliau tetap bersyukur.
Kini, Nenek Sakinah hanya ingin satu hal yaitu bisa hidup dengan layak. Punya beras yang cukup, rumah yang aman untuk tidur, dan tak perlu lagi berjalan belasan kilometer setiap hari hanya untuk mendapat uang Rp8.000.
Teman-teman, mari bantu ringankan beban Nenek Sakinah. Bantuanmu bisa jadi alasan beliau tersenyum besok pagi. Sedikit apa pun sangat berarti untuk Nek Sakinah