Luar biasa semangat dan perjuangan Pak Ahudin demi istrinya, Bu Tini yang mengidap gagal ginjal sejak 2 tahun lalu.
“Saya kadang ingin nyerah karena gak kuat nahan sakit dan capek berobat. Tapi suami saya yang setia mendampingi dan selalu menguatkan saya.”
“Umi minta maaf Pak, selalu merepotkan Bapak dan mudah-mudahan Bapak selalu diberi kesehatan.”
Ungkap Bu Tini.
Kini Bu Tini bergantung dengan cuci darah rutin 2x dalam seminggu. Jika sekali saja terlewat, maka nyawanya pun terancam.
Karena jarak rumah sakit yang cukup jauh dari tempat tinggal, maka biaya yang dibutuhkan untuk pulang pergi pun besar. Belum lagi ada obat yang harus ditebus dan tidak dicover BPJS.
“Dari kampung menuju rumah sakit sekitar 3 jam, lumayan jauh Mas. Makanya saya terpaksa mengikat badan istri saya ke badan saya.”
Perjalanan dari pelosok Tasikmalaya menuju kota memerlukan waktu yang panjang. Belum lagi akses jalan yang berkelok-kelok dan jalan bebatuan. Namun itu tak menjadi penghalang semangat Pak Ahudin membawa istrinya berobat.
“Motor yang saya pake ini pinjaman dan sudah tua. Kalo mogok saya dorong motornya sampe bengkel lalu saya tinggalin motor dan KTP karena saya gak punya uang untuk memperbaiki.” Ujar Pak Ahudin.
Oleh sebab itu, seringkali Pak Ahudin mencari tumpangan di tepi jalan. Tanpa menghiraukan rasa malu, semua dilakukan demi sang istri.
Dulunya Pak Ahudin bekerja sebagai tukang bangunan. Namun semenjak istrinya sakit, ia tidak lagi mendapat panggilan kerja bangunan karena harus merawat istrinya dirumah.
“Kalau kerja bangunan setiap hari dari pagi sampe sore, kadang juga harus keluar kota berminggu-minggu. Sedangkan istri saya lagi sakit nanti gak ada yang nemenin berobat.”
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia mengandalkan penghasilan sebagai buruh serabutan. Tentu saja penghasilan yang didapat jauh dari kata cukup bahkan untuk sekedar makan.
Tak jarang Pak Ahudin menahan lapar ketika jadwal sang istri berobat dengan alasan berhemat. Sampai seringkali tidak menebus obat istrinya karena tidak punya biaya.
Setiap hari Pak Ahudin memutar otak agar setiap minggu ia dapat membawa istrinya cuci darah.
Lahan tanah dan harta benda yang lainnya sudah dijualnya untuk biaya pengobatan sang istri dan usaha warung kelontong dirumahnya pun bangkrut karena modalnya digunakan untuk berobat.
Bu Aad berprofesi sebagai guru ngaji di Madrasah Diniyah dan juga seorang Qori, semasa ia mengajar tidak pernah mengharapkan imbalan sepeserpun. Meskipun saat ini dalam kondisi sakit, Bu Aad masih mengajar 3 kali dalam seminggu.
Tampak kondisi rumah yang ditinggal oleh Pak Ahudin dan Bu Tini. Terlihat tidak nyaman dan memprihatikan. Di samping itu, mereka ingin mempunyai usaha kecil-kecilan dan warung kelontong di rumah untuk menambah penghasilan.
Dengan rasa penuh semangat, Pak Ahudin selalu berdoa
“Semoga Allah selalu memudahkan ikhtiar kami untuk berobat. Apapun akan saya lakukan demi istri saya bisa sembuh.”
Sahabat Kebaikan, Pak Ahudin telah berjuang melebihi batas kemampuannya. Sekarang giliran kita untuk membantu mereka agar sang istri bisa terus melanjutkan pengobatannya.
Kebaikan dari sahabat semua sangat membantu meringankan beban yang selama ini mereka pikul dengan berat.